Sudah 19 kali aku melewati hari natal. Berkumpul bersama keluarga, melewati moment-moment hangat yang ya sepertinya hanya terjadi setahun sekali. Kalau dipikir-pikir, apa natal hanya tentang itu?
Sejak kecil aku tidak pernah kelewatan sekalipun acara natal. Entah itu natalan di sekolah, di gereja ketika sekolah minggu, ataupun sekarang ketika remaja. Semua acara natal terlewati dengan memakai baju baru. Ya, dulu waktu aku kecil natal identik dengan liturgi dan disanalah waktu yang tepat untukku untuk memamerkan baju baruku. Betapa sempitnya pemikiran anak kecil. Tapi jujur, dulu aku semangat ya karena hal itu.. Kalau dipikir-pikir, apa natal hanya tentang hal itu?
Natal, 25 Desember, kelahiran Yesus Kristus.. Ya..aku tau itu, nggak hanya guru sekolah minggu, orang tua dan bahkan opungku pun menceritakan tentang hal itu. Berita yang sama diberitakan berulang-ulang setiap tanggal 25 Desember bahwa telah lahir Juruselamat dunia. Tapi apakah ada gunanya? Buktinya tidak terlihat perubahan ke arah yang baik padahal berita sukacita itu sudah berulang-ulang diucapkan. Apa makna dari natal yang sesungguhnya?
Jadikanlah hari natal sebagai hari untuk instropeksi diri, sudah siapkah kita menghadapi kedatangan Tuhan yang kedua kalinya? Sudah siapkah kita mempertanggungjawabkan perbuatan kita selama ini dihadapan-Nya? Seharusnya itu menjadi bahan instropeksi kita. Bukan pesta yang Tuhan inginkan, bukan juga baju yang baru, melainkan hati yang murni dan tubuh kita dijadikan sebagi persembahan yang hidup untuk Tuhan.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment